Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Maret 2016

TUGAS IBD PART 2

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN SUKU FLORES


Sejarah dan kebudayaan Suku Flores – Nusa Tenggara Timur (NTT). Kata Flores berasal dari bahasa Portugis yang berarti "bunga". Pulau Flores berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dan termasuk dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300 km².
Suku yang berada di kepulauan Flores merupakan percampuran antara etnis melayu, Melanesia, dan portugis. Flores identik dengan kebudayaan Portugis karena pernah menjadi koloni portugis. Hal ini membuat kebudayaan portugis sangat terasa dalam kebudayaan flores baik melalui Genetik, Agama, dan Budaya.
Nama flores itu sendiri berasal dari bahasa portugis yaitu “cabo de flores “ yang berarti “tanjung bunga”. Nama itu semula di berikan oleh S.M. Cabot untuk menyambut wilayah timur dari pulau flores. Namun pada akhirnya di pakai secara resmi sejak tahun 1636 oleh gubernur jenderal hindia belanda Hendrik Brouwer. Sebuah studi yang cukup mendalam oleh Orinbao (1969) mengungkapkan bahwa nama asli sebenarnya pulau flores adalah nusa nipa (pulau ular) yang dari sudut antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna filosofis, cultural, dan ritual masyarakat flores.


BAHASA MASYARAKAT SUKU FLORES


Diperkirakan terdapat tujuh kelompok bahasa, yaitu kelompok bahasa-bahasa Flores Barat, Flores Timur, Sumba, Timor Barat, Timor Timur, Pantara, dan Alor. Dalam pada itu, berdasarkan hasil penghimpunan berkas isoglos dan perhitungan dialektometri di NTT, diperkirakan terdapat lima kelompok bahasa, yaitu kelompok bahasa-bahasa Flores-Sumba, Timor Barat, Timor timur, Pantar, dan Alor. Interpretasi yang dapat ditarik dari perbedaan hasil pengelompokan bahasa antara historis komparatif dan dialektologi kemungkinan besar karena sifat dasar dari pendekatannya. Linguistik historis komparatif cenderung mengarah pada diakronis, sedangkan dialektologi cenderung mengarah pada kondisi bahasa secara sinkronis.
Berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik juga kita dapat membagi beberapa unsur bahasa daerah di Flores yang didasarkan pada perbedaan tiap-tiap suku. Masing-masing suku ini memiliki berbagai macam bahasa dan cara-cara pelafalannya. Secara umum bahasa tersebut berasal dari bahasa Melayu yang turut berkembang menyesuaikan daerah-daerah yang dihuni oleh suku-suku tersebut.


LETAK GEOGRAFIS


Secara Geografis, Kabupaten Flores Timur merupakan salah satu kabupaten di Propinsi NTT yang merupakan sebuah Kabupaten Kepulauan yang terletak di ujung bagian Timur Pulau Flores. Secara administrasi, Kabupaten Flores Timur memiliki yuridiksi pemerintahan local yang meliputi 19 kecamatan, 209 desa dan 17 kelurahan. Kabupaten Flores Timur terdiri dari tiga pulau besar yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni, yaitu :
·         Pulau Flores daratan tinggi dari 8 kecamatan, 64 desa dan 14 kelurahan dengan luas wilayah : 1066,87 km2  atau 58,85 % dari luas daratan seluruhnya.
·         Pulau Solor terdiri dari 3 kecamatan, 36 desa dan 1 kelurahan, seluas : 226,34 km2 atau 12,48 % dari luas daratan seluruhnya,
·         Pulau Adonara terdiri dari 8 kecamatan, 109 desa dan 2 kelurahan, seluas 519,64 km2 atau 28,67 % dari luar daratan seluruhnya.

MASYARAKAT FLORES

Dalam masyarakat sub-sub-suku-bangsa di Flores yang kuno ada suatu sistem stratifikasi sosial kuno, yang terdiri dari tiga lapisan. Dasar dari pelapisan-itu adalah keturunan dari klen-klen yang dianggap  mempunyai sifat keaslian atau sifat senioritet. Biasanya ada tiga lapisan sosial. Pada orang Manggarai misalnya terdapat tiga lapisan diantaranya :
1.    Lapisan orang kraeng,
2.    Lapisan orang ata lehe
3.    Lapisan orang budak
Pada orang Ngada misalnya terdapat tiga lapisan juga seperti :
1.    Lapisan orang gae meze
2.    Lapisan orang gae kiss
3.    Lapisan orang budak (azi ana)
Lapisan kraeng. raerij. dan gae meze, adalah lapisan orang bangsawan yang secara khusus terbagi-bagi dalarn beberapa sub-lapisan, tergantung kepada sifat keaslian dari klen-klen tertentu, yang dianggap secara historis atau menurut dongeng-dongeng rnitologi, telah menduduki suatu daerah yang tertentu lebih dahulu dari klen-klen yang lain. Demikian juga warga dari klen-klen . yang berkuasa dalam dalu-dalu atau glaring-glarang pada orang Manggarai, termasuk lapisan kraeng.
Lapisan ata leke dan gae kiss adalah lapisan orang biasa, yang bukan keturunan klen-klen senior. Orang ata leke biasanya bekerja sebagai petani, tukang-tukang atau pedagang,,walau banyak dari orang bangsawan ada juga yang dalam kehidupan sehari-hari juga hanya menjadi petani saja.
Lapisan budak yang pada zaman sekarang tentu sudah tidak ada lagi. Akan tetapi pada zaman dahulu para budak diambil dari berbagai tempat dan melalui berbagai proses. Dalam hal ini proses tersebut antara lain :
·         Orang-orang yang ditangkqp dalam peperangan, baik dari sub-suku-bangsa sendiri, maupun dari suku bangsa lain atau pulau lain
·         Orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu ampu mem bayar kembali hutang mereka
·         Akhirnya orang-orang yang dijatuhi hukuman untuk menjadi budak, karena pelanggaran adat.
Secara lahir perbedaan antara gaya hidup dari warga lapisan-lapisan sosial itu tidak ada, tetapi dalam sopan santun pergaulan antara mereka ada perbedaan, sedangkan para bangsawanpun mempunyai hak-hak tertentu dalam upacara-upacara adat.
Berbagai persoalan yang terjadi juga dapat diselesaikan dengan cara adat ataupun kebiasaan di tiap-tiap suku. Sebagai contoh, kita dapat mengambil tata cara orang Manggarai dalam menyelesaikan masalahnya melalui suatu wadah bernama Mbaru Gendang. Mbaru Gendang (rumah adat Manggarai) pada dasarnya merupakan simbol dari keselarasan hidup masyarakat setempat.  Ia menjadi inspirasi bagi terciptanya tatanan sosial yang merepresentasikan nilai kekerabatan sosial antara berbagai suku yang ada dalam masyarakat Manggarai.  Ia pun berfungsi sebagai lambang keterbukaan masyarakat setempat terhadap kehadiran orang atau suku lain. Sebagai contoh, tersedia sebuah upacara penerimaan terhadap warga luar yang menjadi warga masuk kampung/dusun melalui ritual perkawinan. Mbaru Gendang memiliki ruangan luas di mana tinggal beberapa keluarga yang dibagi dalam biliknya masing-masing, namun hanya memiliki satu dapur bersama.  Mbaru Gendang hampir bisa ditemukan di setiap desa masyarakat Manggarai.  Segala permasalahan yang ada dalam masyarakat kampung itu selalu dibicarakan dan diselesaikan di Mbaru Gendangini dengan melibatkan Tua Golo (ketua adat untuk seluruh warga dusun).  Dengan demikian Mbaru Gendang menjadi legitimasi moral dan  sosial bagi masyarakat Manggarai yang bersifat komunal, terbuka, dan transparan.           
Pada masa sekarang pendidikan sekolah telah menyebabkan timbul­nya suatu lapisan sosial baru, yang terdiri dari orang-orang pegawai, guru, atau pendeta. Sedangkan akhir-akhir ini terdapat juga putra Flores dengan pendidikan universitas yang tergolong dari lapisan sosial yang baru itu. Di sini prinsip-prinsip stratifikasi sosial yang bersifat nasional mulai mempengaruhi stratifikasi sosial di daerah.
Melihat dampak tersebut, mungkin saja perubahan mampu memecahkan masalah yang terjadi. Karena, walau bagaimanapun juga, pendidikan zaman dahulu dengan sekarang memilki perbedaan. Apabila kita meninjau pola pendidikan zaman sekarang, tentu saja erat kaitannya dengan perkembangan zaman sekarang. Wajar saja apabila timbullah suatu lapisan masyarakat yang seolah-olah memberi gebrakan baru dalam suatu generasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mereka mungkin menganggap pola-pola pendidikan dan kebiasaan-kebiasaan yang terkandung dalam adat turut menjadi penghambat bagi perkembangan kualitas hidup mereka dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kita selaku pengamat bukanlah sebagai pendukung atau penentang bagi suatu perubahan. Akan tetapi, hendaknya menjadi penengah diantara keduanya agar nilai-nilai yang terkandung tersebut mampu dijadikan suatu inovasi dan tentu saja menjadi solusi terbaik.  Jadi, perubahan suatu kebiasaan juga tidak ada ruginya apabila perubahan tersebut tetap mampu menyimpan dalam-dalam nilai-nilai dari suatu kebiasaan adat masa lalu sekalipun bentuk-bentuk fakta ataupun objeknya sosialnya sudah mengalami perubahan.


KEBUDAYAAN FLORES


Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu. Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku Lamaholot. Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi). Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo. Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut: Ola tugu,here happen, lLua watana, Gere Kiwan, Pau kewa heka ana, Geleka lewo gewayan, toran murin laran. Artinya: Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing.


MATA PENCAHARIAN


Salah satu mata pencaharian suku Flores adalah berladang. Mereka menggunakan sistem gotong royong dalam hal membuka ladang di dalam hutan. Aktivitas itu sendiri dari memotong dan membersihkan belukar bawah, menebang pohon-pohon dan membakar daun-daunan, batang-batang dan cabang-cabang yang telah di potong dan di tebang. Kemudian bagian hutan yang di buka dengan cara tersebut dibagi antara berbagai keluarga luas, yang telah bersama-sama membuka hutan tadi. Dari atas sekelompok ladang-ladang serupa itu akan tampak seperti suatu jaringan sarang laba-laba. Tanaman pokok yang di tanam di ladang-ladang adalah jagung dan padi.

Beternak juga merupakan salah satu mata pencaharian suku Flores. Hewan piaraan yang terpenting adalah kerbau. Binatang ini tidak dipiara untuk tujuan-tujuan ekonomis tetapi untuk membayar mas kawin, untuk upacara-upacara adat, dan untuk menjadi lambang kekayaan serta gengsi. Selain itu kuda juga merupakan hewan piaraan yang penting, yang dipakai sebagai binatang tenaga memuat barang atau menghela. Di samping itu kuda juga sering dipakai sebagai harta mas kawin. Kerbau dan juga sapi dimasukkan ke dalam kandang umum dari desa dan digembala di padang-padang rumput yang juga merupakan milik umum dari desa. Pemeliharaan babi, kambing, domba atau ayam dilakukan di pekarangan rumah atau dikolong rumah seperti halnya di daerah Manggarai.



SUMBER


Tidak ada komentar:

Posting Komentar